.....!!!!

.....!!!!

Senin, 30 Juni 2014

Glukosa Darah (Serum/Plasma)


Glukosa terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen dalam hati dan otot rangka. Kadar glukosa dipengaruhi oleh 3 macam hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon-hormon itu adalah : insulin, glukagon, dan somatostatin.

Insulin dihasilkan oleh sel-sel β, mendominasi gambaran metabolik. Hormon ini mengatur pemakaian glukosa melalui banyak cara : meningkatkan pemasukan glukosa dan kalium ke dalam sebagian besar sel; merangsang sintesis glikogen di hati dan otot; mendorong perubahan glukosa menjadi asam-asam lemak dan trigliserida; dan meningkatkan sintesis protein, sebagian dari residu metabolisme glukosa. Secara keseluruhan, efek hormone ini adalah untuk mendorong penyimpanan energi dan meningkatkan pemakaian glukosa.

Glukagon dihasilkan oleh sel-sel α, meningkatkan sintesis protein dan menstimulasi glikogenolisis (pengubahan glikogen cadangan menjadi glukosa) dalam hati; ia membalikkan efek-efek insulin. Somatostatin dihasilkan oleh sel-sel delta, menghambat sekresi glukagon dan insulin; hormone ini juga menghambat hormone pertumbuhan dan hormone-hormon hipofisis yang mendorong sekresi tiroid dan adrenal.

Saat setelah makan atau minum, terjadi peningkatan kadar gula darah yang merangsang pankreas menghasilkan insulin untuk mencegah kenaikan kadar gula darah lebih lanjut. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Adanya kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kombinasi keduanya, akan berpengaruh terhadap konsentrasi glukosa dalam darah.
Penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) terjadi akibat asupan makanan yang tidak adekuat atau darah terlalu banyak mengandung insulin. Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) terjadi jika insulin yang beredar tidak mencukupi atau tidak dapat berfungsi dengan baik; keadaan ini disebut diabetes mellitus. Apabila kadar glukosa plasma atau serum sewaktu (kapan saja, tanpa mempertimbangkan makan terakhir) sebesar ≥ 200 mg/dl, kadar glukosa plasma/serum puasa yang mencapai > 126 mg/dl, dan glukosa plasma/serum 2 jam setelah makan (post prandial) ≥ 200 mg/dl biasanya menjadi indikasi terjadinya diabetes mellitus.

Kadar glukosa puasa memberikan petunjuk terbaik mengenai homeostasis glukosa keseluruhan, dan sebagian besar pengukuran rutin harus dilakukan pada sampel puasa. Keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi kadar glukosa (mis. diabetes mellitus, kegemukan, akromegali, penyakit hati yang parah, dsb.) mencerminkan kelainan pada berbagai mekanisme pengendalian glukosa.

Uji gula darah post prandial biasanya dilakukan untuk menguji respons penderita terhadap asupan tinggi karbohidrat 2 jam setelah makan (sarapan pagi atau makan siang).
Untuk kasus-kasus hiperglikemia atau bahkan hipoglikemia yang tak jelas, biasanya dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO). TTG oral dipengaruhi oleh banyak variable fisiologik dan menjadi subjek dari bahan interpretasi diagnostik yang berbeda-beda. Uji toleransi glukosa intravena jarang diindikasikan untuk tujuan diagnosis.


PROSEDUR

Jenis spesimen
Dulu, pengukuran glukosa dilakukan dengan menggunakan sampel darah lengkap (whole blood), tetapi hampir seluruh laboratorium melakukan pengukuran kadar glukosa dengan sampel serum. Serum memiliki kadar air yang tinggi daripada darah lengkap, sehingga serum dapat melarutkan lebih banyak glukosa. Untuk mengubah glukosa darah lengkap, kalikan nilai yang diperoleh dengan 1,15 untuk menghasilkan kadar glukosa serum atau plasma.

Pengumpulan darah dalam tabung bekuan untuk analisis serum memungkinkan terjadinya metabolisme glukosa dalam sampel oleh sel-sel darah sampai terjadi pemisahan melalui pemusingan (sentrifugasi). Jumlah sel darah yang tinggi dapat menyebabkan glikolisis yang berlebihan sehingga terjadi penurunan kadar glukosa. Untuk mencegah glikolisis tersebut, serum harus segera dipisahkan dari sel-sel darah.

Suhu lingkungan tempat darah disimpan sebelum diperiksa turut mempengaruhi tingkat glikolisis. Pada suhu kamar, diperkirakan terjadi penurunan kadar glukosa 1-2% per jam. Sedangkan pada suhu lemari pendingin, glukosa tetap stabil selam beberapa jam di dalam darah.
Penambahan natrium fluoride (NaF) pada sampel darah dapat menghambat glikolisis sehingga kadar glukosa dapat dipertahankan bahkan dalam suhu kamar.

Pengumpulan spesimen

Pengambilan darah harus dilakukan pada lengan yang berlawanan dengan lengan tempat pemasangan selang IV. Pengambilan darah pada lengan yang terpasang selang IV dapat dilakukan asalkan aliran selang dihentikan paling tidak selama 5 menit dan lengan diangkat untuk mengalirkan cairan infuse menjauhi vena-vena. Pencemaran 10% oleh cairan dextrose 5% (D5W) dapat meningkatkan kadar glukosa dalam sampel sebesar 500 mg/dl atau lebih.

Darah arteri, vena, dan kapiler memiliki kadar glukosa yang setara pada keadaan puasa, sedangkan setelah makan, kadar vena lebih rendah daripada arteri atau kapiler.

Untuk uji glukosa darah puasa, penderita diminta berpuasa selama 10 jam sejak malam sebelum diambil darah (misalnya mulai puasa jam 9 malam). Selama berpuasa penderita tidak boleh melakukan akitifitas fisik yang berat, tidak boleh merokok, dan tetap diperbolehkan minum air putih. Pagi hari setelah puasa (misalnya jam jam 8 pagi), penderita diambil darah vena 3-5 ml dikumpulkan dalam tabung bertutup merah (tanpa antikoagulan) atau dalam tabung tutup abu-abu (berisi NaF). NaF digunakan untuk mencegah glikolisis yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium. Penderita diminta untuk makan dan minum seperti biasa, lalu puasa lagi selama 2 jam. Selama berpuasa penderita tidak boleh melakukan akitifitas fisik yang berat, tidak boleh merokok, dan tetap diperbolehkan minum air putih.

Untuk uji glukosa post prandial, penderita diambil darah vena sebanyak 3-5 ml tepat dua jam setelah makan, dan dikumpulkan dalam tabung bertutup merah (tanpa antikoagulan) atau dalam tabung tutup abu-abu (berisi NaF). Darah yang telah diperoleh disentrifus, kemudian serum atau plasmanya dipisahkan dan diperiksa kadar glukosa.

Untuk uji glukosa darah sewaktu atau acak/random, penderita tidak perlu puasa dan pengambilan dapat dilakukan di sembarang waktu.

Metodologi

Dahulu, glukosa diperiksa dengan memanfaatkan sifat mereduksi glukosa yang non spesifik dalam suatu reaksi dengan bahan indikator yang memperoleh atau berubah warna jika tereduksi. Karena banyak jenis pereduksi lain dalam darah yang dapat bereaksi positif, maka dengan metode ini kadar glukosa bisa lebih tinggi 5-15 mg/dl.

Sekarang, pengukuran glukosa menggunakan metode enzimatik yang lebih spesifik untuk glukosa. Metode ini umumnya menggunakan enzim glukosa oksidase atau heksokinase, yang bekerja hanya pada glukosa dan tidak pada gula lain dan bahan pereduksi lain. Perubahan enzimatik glukosa menjadi produk dihitung berdasarkan reaksi perubahan warna (kolorimetri) sebagai reaksi terakhir dari serangkaian reaksi kimia, atau berdasarkan konsumsi oksigen pada suatu elektroda pendeteksi oksigen.
 Chemistry analyzer (mesin penganalisis kimiawi) modern dapat menghitung konsentrasi glukosa hanya dalm beberapa menit.

Di luar laboratorium, sekarang banyak tersedia berbagai merek monitor glukosa pribadi yang dapat digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah dari tusukan di ujung jari. Alat ini cukup bermanfaat untuk mengetahui kadar glukosa darah dan untuk menyesuaikan terapi. Namun, alat ini memiliki kekurangan dimana hasil pengukuran terpengaruh oleh kadar hematokrit dan juga protein serum; kadar hematokrit yang rendah dapat meningkatkan secara semu kadar glukosa darah, dan sebaliknya (efek serupa juga berlaku untuk protein serum yang rendah atau tinggi). Oleh sebab itu, penderita harus secara berkala membandingkan hasil pengukuran alatnya dengan pengukuran glukosa laboratorium klinik (baku emas) untuk memperkirakan kemungkinan interferensi fisiologik serta fluktuasi fungsi alat mereka.


NILAI RUJUKAN
  • Gula darah sewaktu
DEWASA : Serum dan plasma : sampai dengan 140 mg/dl; Darah lengkap :                   sampai dengan 120 mg/dl
ANAK : sampai dengan 120 mg/dl
LANSIA : Serum dan plasma : sampai dengan 160 mg/dl; Darahlengkap :                    sampai dengan 140 mg/dl.
  • Gula darah puasa
DEWASA : Serum dan plasma : 70 – 110 mg/dl; Darah lengkap : 60 – 100                    /dl; Nilai panik : kurang dari 40 mg/dl dan > 700 mg/dl
ANAK : Bayi baru lahir : 30 – 80 mg/dl; Anak : 60 – 100 mg/dl
LANSIA : 70 – 120 mg/dl.
  • Gula darah post prandial
DEWASA : Serum dan plasma : sampai dengan 140 mg/dl; Darah lengkap : sampai dengan 120 mg/dl
ANAK : sampai dengan 120 mg/dl
LANSIA : Serum dan plasma : sampai dengan 160 mg/dl; Darah lengkap : sampai dengan 140 mg/dl.

MASALAH KLINIS
PENINGKATAN KADAR (hyperglycaemia) : diabetes mellitus, asidosis diabetik, hiperaktivitas kelenjar adrenal (sindrom Chusing), akromegali, hipertiroidisme, kegemukan (obesitas), feokromositoma, penyakit hati yang parah, reaksi stress akut (fisik atau emosi), syok, kejang, MCI akut, cedera tabrakan, luka bakar, infeksi, gagal, ginjal, hipotermia aktifitas, pankreatitis akut, kanker pankreas, CHF, sindrom pasca gastrektomi (dumping syndrome), pembedahan mayor. Pengaruh obat : ACTH; kortison; diuretik (hidroklorotiazid, furosemid, asam etakrinat); obat anestesi, levodopa.

PENURUNAN KADAR (hypoglycaemia) : reaksi hipoglikemik (insulin berlebih), hipofungsi korteks adrenal (penyakit Addison), hipopituitarisme, galaktosemia, pembentukan insulin ektopik oleh tumor/kanker (lambung, hati, paru-paru), malnutrisi, ingesti alkohol akut, penyakit hati yang berat, sirosis hati, beberapa penyakit penimbunan glikogen, hipoglikemia fungsional (aktifitas berat), intoleransi fruktosa herediter, eritroblastosis fetalis, hiperinsulinisme. Pengaruh obat : insulin yang berlebih, salisilat, obat antituberkulosis.


Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium
  • Obat-obatan (kortison, tiazid, “loop” diuretik) dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah.
  • Trauma, stress dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah.
  • Penundan pemeriksaan serum dapat menyebabkan penurunan kadar gula darah.
  • Merokok dapat meningkatkan kadar gula darah serum.
  • Aktifitas yang berat sebelum uji laboratorium dilakukan dapat menurunkan kadar gula darah.


Read more ...

Minggu, 29 Juni 2014

Badan Keton (Urin)

Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang disebabkan oleh : gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes mellitus yang tidak terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak – rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar.

Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga mencapai lebih dari 50 mg/dl.

Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin. Namun, kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada plasma atu serum, kemudian baru urin. Ketonuria (keton dalam urin) terjadi akibat ketosis. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.


Prosedur

Kumpulkan spesimen urine secara acak (urin random atau urin sewaktu). Urin harus segar dan ditampung dalam wadah tertutup rapat. Pengujian harus segera dilakukan, karena penundaan pengujian lebih lama dapat menyebabkan temuan negatif palsu. Hal ini dikarenakan keton mudah menguap. Uji ketonuria dapat dilakukan dengan menggunakan tablet Acetest, atau strip reagen (dipstick)
 Ketostix atau strip reagen multitest (mis. Combur, Multistix, Arkray, dsb).

Uji ketonuria dengan tablet Acetest digunakan untuk mendeteksi dua keton utama, yaitu aseton dan asam asetoasetat. Letakkan tablet Acetest di atas kertas saring atau tissue, lalu teteskan urin segar di atas tablet tersebut. Tunggu selama 30 detik. Amati perubahan warna yang terjadi pada tablet tersebut; jika berubah warna menjadi berwarna lembayung terang – gelap, maka uji keton dinyatakan positif.

Uji ketonuria dengan strip reagen (Ketostix atau strip reagen multitest) lebih sensitif terhadap asam asetoasetat daripada aseton. Celupkan strip reagen ke dalam urin. Tunggu selam 15 detik, lalu amati perubahan warna yang terjadi. Bandingkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.


Nilai Rujukan

Dewasa dan anak : uji keton negatif (kurang dari15 mg/dl)
 


Masalah Klinis

Uji keton positif dapat dijumpai pada : Asidosis diabetic (ketoasidosis), kelaparan atau malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat, pingsan akibat panas, kematian janin. Pengaruh obat : asam askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil alkohol, paraldehida, piridium, zat warna yang digunakan untuk berbagai uji (bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein).


Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium
  • Diet rendah karbohidrat atau tinggi lemak dapat menyebabkan temuan positif palsu. • Obat tertentu (Lihat pengaruh obat)
  • Urin disimpan pada temperature ruangan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan hasil uji negaif palsu
  • Adanya bakteri dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam asetoasetat
  • Anak penderita diabetes cenderung mengalami ketonuria daripada penderita dewasa.


Read more ...

Asam Urat Darah (Serum)


Asam urat (uric acid) adalah produk akhir metabolisme purin (adenine dan guanine) yang merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagain, dan dieksresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urin. Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan serum (hiperuresemia) bergantung kepada fungsi ginjal, kecepatan metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang mengandung purin.

Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang bersifat asam dan dapat berpotensi menimbulkan kencing batu; oleh sebab itu fungsi ginjal yang efektif dan kondisi urin yang alkalis diperlukan bila terjadi hiperuresemia. Masalah yang banyak terjadi berkaitan dengan hiperuresemia adalah gout. Kadar asam urat sering berubah dari hari ke hari sehingga pemeriksaan kadar asam urat perlu diulang kembali setelah beberapa hari atau beberapa minggu.


Masalah Klinis

Kadar asam urat meningkat dijumpai pada : gout, leukemia (limfositik, mielositik, monositik), kanker metastatik, mieloma multipel, eklampsia berat, alkoholisme, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus (berat), gagal ginjal, glomerulonefritis, gagal jantung kongestif, anemia hemolitik, limfoma, polisitemia, stress, keracunan timbale, pajanan sinar-X (berlebih), latihan fisik berlebihan, diet penurunan berat badan-tinggi protein.

Obat-obatan yang berpengaruh pada peningkatan kadar asam urat adalah : diuretik (tiazid, furosemid, asetazolamid), levodopa, metildopa, asam askorbat, 6-merkaptopurin, fenotiazin, salisilat (penggunaan dalam jangka waktu lama), teofilin.

Pada gout, peningkatan produksi asam urat dipengaruhi oleh mekanisme idiopatik atau belum diketahui, tetapi biasanya karena peningkatan sintesis asam urat endogen sebagai cacat metabolik bawaan. Pada gout, pangkalan asam urat dalam tubuh bisa lebih dari 10 kali normal, dan natrium urat dideposit di dalam jaringan lunak, terutama sendi, sebagai tofi. Adanya pengkristalan ura menyebabkan sendi membengkak, meradang, dan nyeri. Alopurinol digunakan dalam pengobatan gout yang bekerja sebagai penghambat xantin oksidase.

Pada leukemia atau keganasan lain, peningkatan produksi secara bermakna disebabkan oleh penguraian asam nukleat apabila terjadi lisis sel-sel tumor akibat nekrosis atau kemoterapi. Peningkatan kadar urat karena peningkatan lisis sel juga dapat dijumpai pada polisitemia, anemia pernisiosa, dan kadang-kadang pada psoriasis. Pengobatan dengan hormon adrenokortikotrofik atau kortikosteroid, yang kerjanya katabolik protein mempercepat pemecahan inti sel atau dengan obat-obatan sitotoksika, menyebabkan peningkatan urat plasma.

Pada kegagalan glomerulus ginjal atau bila ada obstruksi aliran keluar urin, asam urat serta ureum dan kreatinin terakumulasi. Asam urat tinggi yang dapat terjadi pada eklampsia tanpa azotemia atau uremia disebabkan oleh lesi ginjal atau perubahan metabolisme asam urat. Asidosis ketotik dan laktat bisa meningkatkan asam urat dengan mengurangi sekresi tubulus ginjal, seperti yang terjadi dengan diuretik tiazid dan furosemid, dan aspirin dosis rendah.

Penurunan kadar asam urat dapat dijumpai pada : penyakit Wilson, asidosis tubulus ginjal proksimal, anemia defisiensi asam folat, luka bakar, kehamilan. Pengaruh obat : alopurinol, azatioprin, koumadin, probenesid, sulfinpirazon.


Prosedur

Jenis spesimen yang diperlukan adalah serum atu plasma heparin. Diambil 3-5 ml darah vena dimasukkan ke dalam tabung bertutup merah atau tabung bertutup hijau (heparin) kemudian disentrifus; cegah terjadinya hemolisis. Serum atau plasma heparin dipisahkan. Kadar asam urat diukur dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi.

Sebelum pengambilan sampel darah, pasien diminta puasa 8-10 jam. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau cairan; namun pada banyak kasus, asupan makanan tinggi purin (mis. daging, jerohan, sarden, otak, roti manis, dsb) perlu ditunda minimal selama 24 jam sebelum uji dilakukan; demikian pula dengan obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium. Jika terpaksa harus minum obat, catat jenis obat yang dikonsumsi.


Nilai Rujukan

DEWASA : Laki-laki : 3.5-7.0 mg/dl. Perempuan : 2.5-6.0 mg/dl. Kadar panik: >12mg/dl.

ANAK : 2.5-5.5 mg/dl

LANSIA : 3.5-8.5 MG/DL

Catatan : nilai normal dapat bervariasi di setiap laboratorium.


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :

  • Sampel serum/plasma hemolisis,
  • Stress dan puasa berlebih dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat serum,
  • Diet tinggi purin, Pengaruh obat (lihat pengaruh obat)


Read more ...

analis kebutuhan SDM laboratorium berdasarkan beban kerja

analis kebutuhan SDM laboratorium berdasarkan beban kerja

Komponen kunci dari perencanaan SDM adalah penentuan tipe SDM yang diperlukan. Perencanaan SDM bertujuan untuk mencocokkan SDM dengan kebutuhan organisasi yang dinyatakan dalam bentuk aktifitas. Merencanakan kebutuhan SDM berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut [1] :
a. mendapatkan dan mempertahankan jumlah dan mutu karyawan
b. mengidentifikasi tuntutan keterampilan dan cara memenuhinya
c. menghadapi kelebihan atau kekurangan karyawan
d. mengembangkan tatanan kerja yang fleksibel
e. meningkatkan pemanfaatan karyawan

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan SDM, salah satu di antaranya adalah dengan menggunakan analisis beban kerja. Yang dimaksud dengan beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja juga dapat berarti berat ringannya suatu pekerjaan yang dirasakan oleh karyawan yang dipengaruhi oleh pembagian kerja (job distribution), ukuran kemampuan kerja (standard rate of performance) dan waktu yang tersedia.
[2]

Metode beban kerja adalah tehnik yang paling akurat dalam peramalan kebutuhan tenaga kerja untuk jangka pendek (short-term). Peramalan jangka pendek ini untuk waktu satu tahun dan selama-lamanya dua tahun. Tehnik analisis ini memerlukan penggunaan rasio atau pedoman penyusunan staf standar dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan personalia.
 [3,4]

Salah satu cara untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja berdasarkan beban kerja diformulasikan oleh Peter J. Shipp (1998) dan dianjurkan oleh WHO. Panduan penghitungan kebutuhan tenaga kerja ini telah disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit di Indonesia. Metode beban kerja ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis dapat diterima, komprehensif, realistis dan dapat diterima oleh manajer medik maupun manajer non-medik.

Metode beban kerja ini didasarkan pada pekerjaan nyata yang dilakukan oleh masing-masing tenaga kesehatan. Adapun langkah-langkah penyusunan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan metode ini adalah : 1) menetapkan unit kerja beserta kategori tenaganya, 2) menetapkan waktu kerja yang tersedia selama satu tahun, 3) menyusun standar beban kerja, 4) menyusun standar kelonggaran dan 5) menghitung kebutuhan tenaga per unit kerja. Untuk menghitung beban kerja ini diperlukan hal-hal seperti : standar pelayanan, prosedur kerja tetap serta uraian kerja (job description) bagi setiap tenaga kerja.
[5]

Ada lima langkah dalam menghitung kebutuhan tenaga laboratorium berdasarkan beban kerja, yaitu :

LANGKAH PERTAMA
 : menetapkan unit kerja dan kategori tenaga. Kita ambil contoh unit kerja yang digunakan adalah unit kerja teknis (hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi) dan kategori tenaga yang dipilih adalah Analis Kesehatan.

LANGKAH KEDUA
 : menetapkan waktu kerja yang tersedia bagi tenaga Analis Kesehatan selama satu tahun. Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja yang tersedia adalah :
1.   Hari kerja ( A ). Suatu contoh, di suatu instalasi laboratorium rumah sakit, pelayanan dilaksanakan selama 24 jam yang dibagi dalam 3 shift sehingga dalam seminggu terdapat 7 hari kerja.
2.   Cuti tahunan ( B ). Jumlah cuti tahunan adalah 12 hari dalam satu tahun.
3.   Pendidikan dan pelatihan ( C ). Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit, Pranata Laboratorium memiliki hak untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan selama 5 hari kerja per tahun.
4.   Hari libur nasional ( D ). Dalam waktu satu tahun terdapat 15 hari libur nasional.
5.   Ketidakhadiran kerja ( E ). Dengan adanya sistem shift, sesudah bertugas pada sore dan malam hari seorang Pranata Laboratorium mendapatkan ekstra libur selama 1 hari. Di Instalasi Patologi Klinik rata-rata ketidakhadiran kerja dalam satu bulan selama 7 hari
6.   Waktu kerja ( F ) Pada umumnya waktu kerja selama sehari adalah 8 jam.
Berdasarkan data-data tersebut selanjutnya dilakukan penghitungan untuk menetapkan waktu tersedia dengan rumus sebagai berikut :

Waktu kerja tersedia = A - (B+C+D+E) x F

Tabel berikut menunjukkan jumlah waktu kerja yang tersedia dalam setahun.










Kode
Faktor
Waktu Kerja
Keterangan
A
Hari Kerja
365
Hari per tahun
B
Cuti Tahunan
12
Hari per tahun
C
Pendidikan dan Latihan
5
Hari per tahun
D
Hari Libur Nasional
15
Hari per tahun
E
Ketidakhadiran Kerja
84
Hari per tahun
F
Waktu Kerja
8
Jam per hari
Waktu Kerja
249
Hari per tahun
Jam Kerja
1992
Jam per tahun
Waktu Kerja
119520
Menit per tahun


Adapun uraian penghitungannya adalah sebagai berikut :
Waktu kerja tersedia = 365 – ( 12 + 5 + 15 + 84 )
= 249 hari/tahun
= 1992 jam/tahun
= 119520 menit/tahun

LANGKAH KETIGA : menyusun standar beban kerja. Standar beban kerja adalah volume atau kuantitas beban kerja selama 1 tahun untuk setiap kategori tenaga (dalam hal ini adalah Analis Kesehatan). Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan (rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia per tahun. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun standar beban kerja untuk kategori tenaga adalah sebagai berikut :
  • kategori tenaga pada unit kerja yang telah ditetapkan pada langkah pertama di atas,
  • standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional tetap yang berlaku,
  • rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh kategori tenaga (Analis Kesehatan) untuk menyelesaikan kegiatan pelayanan, dan
  • data dan informasi kegiatan pelayanan di masing-masing unit pelayanan teknis (hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi)

Beban kerja Analis Kesehatan meliputi :
  • kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh Analis Kesehatan, misalnya : sampling, preparasi sampel, memeriksa sampel, mencatat hasil pemeriksaan, kalibrasi alat, memeriksa sampel kontrol, membuat reagen, dll.
  • rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap kegiatan pokok, misalnya rerata waktu untuk memeriksa kadar Hb adalah 10 menit, rerata waktu untuk membuat reagen A adalah 15 menit, dsb.
  • standar beban kerja Analis Kesehatan tiap satu tahun dihitung dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
Standar beban kerja = waktu tersedia per tahun : rerata waktu per kegiatan pokok

LANGKAH KEEMPAT
 : menyusun standar kelonggaran yang bertujuan untuk mengetahui faktor kelonggaran kategori tenaga yang meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk menyelesaikan suatau kegiatan yang tidak terkait langsung atau tidak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kuantitas atau jumlah kegiatan pokok / pelayanan.

Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan wawancara kepada tenaga Analis Kesehatan mengenai :
  • kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan, misalnya rapat, istirahat, sholat, makan;
  • frekuensi kegiatan dalam satu hari, minggu, bulan; waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.
Adapun rumus untuk menghitung faktor kelonggaran adalah sebagai berikut :
Standar kelonggaran = rerata waktu faktor kelonggaran : waktu kerja tersedia per tahun

Tabel berikut adalah standar kelonggaran Pranata Laboratorium :




Faktor Kelonggaran
Rata-rata Waktu
Standar Kelonggaran
Rapat
2 jam per bulan
0.012
Istirahat, sholat, makan
30 menit per hari
0.092
Jumlah
0.104

LANGKAH KELIMA
 : menghitung kebutuhan tenaga per unit kerja yang bertujuan untuk memperoleh jumlah dan kategori tenaga Analis Kesehatan per unit kerja sesuai dengan beban kerja selama 1 tahun. Sumber data yang diperlukan untuk penghitungan kebutuhan tenaga ini terdiri dari:
  • data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya, yaitu waktu kerja tersedia, standar beban kerja dan standar kelonggaran;
  • kuantitas kegiatan pokok selama kurun waktu satu tahun, dimana penulis mengambil data kuantitas kegiatan pokok selama satu tahun.
Data kegiatan pada pelayanan di tiap unit teknis yang telah diperoleh, Standar Beban Kerja , dan Standar Kelonggaran merupakan sumber data untuk menghitung kebutuhan tenaga Pranata Laboratorium dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kebutuhan tenaga = (Jumlah kegiatan pokok : standar beban kerja) + Standar Kelonggaran

Selanjutnya kebutuhan tenaga untuk tiap kegiatan pokok dijumlahkan terlebih dulu sebelum ditambahkan dengan Standar Kelonggaran.


Daftar Pustaka :
1.   Amstrong, Michael, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik : Mengelola Karyawan, Buku Wajib Bagi Manajer Lini, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
2.   Moehijat, 1979, Perencanaan Tenaga Kerja, Penerbit Alumni, Bandung.
3.   Sunarto dan Sahedy Noor, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), Bagian Penerbitan FE-UST, Yogyakarta.
4.   Simamora, Henry, 1994, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta.
5.   Kurniati, Rhina Widhi, 2003, Menghitung Kebutuhan Tenaga Analis Laboratorium di Sub Unit Penyakit Infeksi Instalasi Patologi Klinik RS Dr. Sardjito : Laporan Manajemen, Program Pendidikan Dokter Spesialis-I Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.


Read more ...